CNN Indonesia | Sabtu, 05/06/2021 11:15 WIB
Jakarta, CNN Indonesia — Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengumumkan cadangan listrik di Kabupaten Bangka dan Flores Barat berstatus siaga per 2 Juni 2021. Status siaga ini terjadi karena cadangan listrik di dua daerah itu lebih kecil dari jumlah pembangkit listrik yang dimiliki.
“Untuk yang siaga itu ada Bangka dan Flores Barat,” ungkap Rida dalam konferensi pers virtual, Jumat (4/6).
Rida mencatat cadangan listrik di Bangka hanya sekitar 1 MW. Angka ini berasal dari pengurangan daya mampu sebesar 171,63 MW dan beban puncak 170,63 MW.
Sementara cadangan listrik di Flores Barat cuma 3,15 MW, yaitu berasal dari pengurangan indikator daya mampu 36,49 MW dan beban puncak 33,35 MW.
“Tapi ini data per 2 Juni 2021, jadi besok atau lusa, datanya bisa berubah dan terus kami pantau. Tapi kami koordinasikan dengan teman-teman PLN untuk mendorong agar ini bisa segera jadi kondisi hijau atau cukup, artinya pelayanan ke masyarakat bisa optimum,” katanya.
Sedangkan 20 daerah lain yang ada di sistem pemantauan ESDM terbilang aman karena berstatus hijau, di mana cadangannya tercukupi sesuai kebutuhan listrik masyarakat. Secara total, jumlah cadangan listrik nasional mencapai 4,79 GW. Jumlahnya berasal dari indikator daya mampu 42,87 GW dan beban puncak 38,08 GW.
Infrastruktur dan Rasio Kelistrikan
Rida mencatat secara total seluruh infrastruktur kelistrikan di Indonesia memiliki kapasitas terpasang mencapai 72,88 GW per April 2021. Baurannya utamanya masih didominasi oleh pembangkit listrik tenaga batu bara mencapai 63 persen.
Lalu diikuti oleh pembangkit listrik berbasis gas 157 persen dan sisanya seperti berbasis bahan bakar minyak (BBM) dengan campuran minyak nabati (CPO) serta energi baru terbarukan (EBT).
Dari sisi penyaluran, total transmisi mencapai 61.591 kms, gardu induk 150.618 MVA, jaringan distribusi 1,01 juta kms, dan gardu distribusi mencapai 62,22 juta MVA. Sementara untuk konsumsi listrik per kapita sebesar 1.092 kWh per kapita.
Untuk rasio elektronifikasi, saat ini berada di kisaran 99,28 persen per Maret 2021. Angkanya hanya naik tipis dari 99,2 persen pada Desember 2020.
Rasio desa berlistrik tercatat juga hanya meningkat tipis dari 99,56 persen menjadi 99,59 persen.
“Begitu lambatnya ini kenapa? Karena untuk melayani saudara-saudara yang kebetulan lokasinya atau domisilinya 3T, jadi ini memberikan tantangan tersendiri, sehingga masih kurang menarik untuk ditawarkan ke swasta dan hanya bergantung pada PLN,” terangnya.
Program 35 Ribu MW
Rida mencatat realisasi pembangunan pembangkit listrik mencapai kapasitas 35 ribu MW baru mencapai 10.069 MW atau 28,76 persen dari total per April 2021.
“Dari sebanyak 472 unit (pembangkit), sebanyak 284-nya atau kurang lebih 10 GW setara 28 persen sudah beroperasi,” kata Rida.
Selanjutnya, sebanyak 17.964 MW atau 50 persen masih dalam tahap konstruksi. Lalu, 6.228 MW atau 18 persen sudah tanda tangan kontrak namun belum konstruksi.
Sisanya, 839 MW atau 2 persen memasuki tahap pengadaan dan 724 MW atau 2 persen baru tahap perencanaan. Rida mengatakan pembangkit yang belum terbangun akan dievaluasi karena pemerintah ingin pembangkit ke depan lebih ramah lingkungan.
“Karena kita tahu keuangan luar negeri itu sudah banyak men-declare tidak akan lagi membiayai. Artinya proyek ini tidak akan terlaksana karena tidak ada yang biayai,” katanya.
(uli/age)