RESEARCH – Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia | 23 January 2024 09:40
Jakarta, CNBC Indonesia – Harga batu bara kembali menguat setelah berada di level terendah dalam hampir dua bulan terakhir atau sejak 7 November 2023. Penguatan harga batubara ini terjadi seiring dengan konsumsi global yang mencapai rekor dan ekspor dunia yang menembus 1 miliar ton.
Merujuk pada Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle kontrak Februari ditutup di posisi US$ 123,95 per ton atau menguat 1,6% pada perdagangan Kamis (18/1/2024).
Penguatan ini masih menempatkan harga batu bara masih berada di bawah level psikologis US$ 130 per ton. Penguatan ini terjadi pasca harga batu bara mengalami koreksi selama tiga hari beruntun.
Penguatan harga terjadi seiring dengan penggunaan pembangkit listrik batu bara di seluruh dunia mencapai rekor tertinggi pada tahun 2023, sementara ekspor batu bara termal melampaui 1 miliar ton untuk pertama kalinya.
Penggunaan batu bara dalam sistem ketenagalistrikan terus meningkat meskipun ada upaya luas untuk mengurangi. bahan bakar fosil. Melansir Reuters, pembangkit listrik berbahan bakar batu bara mencapai 8.295 terawatt jam (TWh) hingga Oktober, naik 1% dari periode yang sama pada tahun 2022 dan merupakan rekor tertinggi, menurut lembaga lingkungan hidup Ember.
Total ekspor batubara termal mencapai 1,004 miliar metrik ton sepanjang tahun, naik 62,5 juta ton atau 6,6% dari tahun 2022, menurut data pelacakan kapal dari Kpler.
Dari sisi impor, Tiongkok merupakan pembeli batubara termal terbesar dengan menerima rekor pengiriman sebesar 325 juta ton, atau 109 juta ton lebih banyak dibandingkan total impor pada 2022.
Impor batu bara termal global mencapai rekor tertinggi pada tahun 2023, didorong oleh peningkatan besar dalam pembelian oleh Tiongkok, India, Filipina, dan Vietnam.
India merupakan importir terbesar kedua (172 juta ton), diikuti oleh Jepang (109 juta ton), Korea Selatan (80 juta ton) dan Taiwan (51 juta ton).
Importir terkemuka lainnya termasuk Filipina (37 juta ton) dan Vietnam (31 juta ton), keduanya mencatat kenaikan persentase impor sebesar dua digit dari tahun ke tahun.
Produksi listrik dari tenaga batu bara menurun sebesar 8,2% di Jepang dan di Korea Selatan sebesar 4%, namun penurunan tersebut hampir diimbangi oleh peningkatan di Vietnam saja pada tahun lalu.
Secara global, sekitar 82% dari seluruh pembangkit listrik tenaga batu bara berada di Asia pada 2023, naik dari rata-rata sekitar 75% pada tahun 2019, menurut Ember.
Peningkatan tingkat impor menunjukkan konsumsi global yang sangat besar dan tingkat produksi yang belum dapat mengimbangi. Konsumsi global yang mencatat rekor menjadi gambaran bahwa kebutuhan dunia akan listrik masih terus menunjukkan adanya kenaikan.
CNBCINDONESIA RESEARCH
(mza/mza)