Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia | 29 August 2024 15:45

Jakarta, CNBC Indonesia – Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menilai pembentukan Mitra Instansi Pengelola (MIP) Batu Bara sebagai lembaga yang akan melakukan pungut salur iuran batu bara penting untuk segera direalisasikan.

Sejatinya, MIP itu sendiri dibentuk selain untuk menjaga ketahanan energi dalam negeri, tapi juga untuk menjembatani aspek keadilan di antara pengusaha pertambangan batu bara, terutama karena adanya disparitas harga batu bara di pasar internasional dengan harga Domestic Market Obligation (DMO) atau untuk keperluan dalam negeri.

Ketua Umum Perhapi Rizal Kasli mengatakan, walaupun kini harga batu bara sudah menurun ke level US$ 140-150’an per ton, jauh di bawah 1-2 tahun lalu ketika harga batu bara sempat di atas US$ 400 per ton, namun tetap masih jauh lebih tinggi dari harga domestik atau DMO.

Seperti diketahui, harga batu bara untuk domestik dipatok maksimal US$ 70 per ton untuk sektor ketenagalistrikan dan US$ 90 per ton untuk non kelistrikan, seperti industri semen dan pupuk.

“Tetapi MIP ini juga bisa membantu pengusaha-pengusaha batu bara yang memang fokus mensuplai dalam negeri,” jelas Rizal kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip Kamis (29/8/2024).

Dia menjelaskan, batu bara jenis thermal coal yakni batu bara untuk menghidupkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara dan memasok kebutuhan industri masih diperlukan dalam negeri dibandingkan dengan batu bara dengan jenis coking coal.

“Nah tetapi yang thermal coal itu masih sangat kita butuhkan untuk menghidupkan PLTU kita baik kelistrikan maupun non-kelistrikan seperti semen, pupuk, kemudian tekstil nah ini masih sangat kita perlukan,” ujarnya.

Dengan begitu, Rizal menilai pembentukan MIP masih sangat diperlukan, terutama untuk perusahaan batu bara dalam negeri yang memang fokus untuk memasok batu bara untuk DMO.

“Nah sehingga MIP ini juga masih diperlukan. Tapi bagaimana pemerintah bisa melakukan koordinasi dengan baik dan cepat serta efisien sehingga MIP ini bisa segera diberlakukan,” tandasnya.

Seperti diketahui, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menilai pelaksanaan pungutan iuran batu bara perusahaan tambang melalui MIP cukup penting untuk segera dijalankan.

Asisten Deputi Pertambangan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Tubagus Nugraha sempat membeberkan skema iuran ini dibutuhkan guna mengatasi masalah disparitas harga batu bara di pasar internasional dengan harga Domestic Market Obligation (DMO).

Terlebih, apabila berkaca pada tahun 2022 lalu, pasokan batu bara untuk sejumlah pembangkit PLN sempat mengkhawatirkan. Ini terjadi lantaran para penambang batu bara lebih memprioritaskan ekspor ketimbang memasok kebutuhan dalam negeri lantaran harga jualnya lebih bagus.

“Pasca pengalaman kita di awal tahun 2022, kita agak babak belur nih, pembangkit-pembangkit ini terkait dengan pasokannya gitu. Jadi kuncinya adalah bagaimana kemudian pasokan batu bara untuk kepentingan domestik, khususnya untuk kelistrikan umum itu bisa aman,” ujar dia dalam acara Closing Bell CNBC Indonesia, Selasa (13/8/2024).

Tubagus menyadari negara saat ini sangat bergantung kepada batu bara lantaran komoditas ini telah menjadi salah satu sumber devisa. Namun di satu sisi, batu bara juga dibutuhkan sebagai sumber energi domestik.

“Kuncinya ini after 2022 di awal tahun itu, maka mekanisme ketahanan energi itu menjadi penting untuk pasokan dalam negeri,” ujarnya.

Oleh sebab itu, setidaknya terdapat tiga persoalan yang saat ini menjadi fokus pemerintah pasca kejadian 2022 lalu. Pertama tidak semua spesifikasi batu bara yang diproduksi oleh para penambang cocok digunakan untuk pembangkit listrik dalam negeri.

Kedua, terdapat disparitas harga antara harga dalam negeri dengan harga internasional. Ketiga mekanisme denda dan kompensasi yang selama ini diimplementasikan kurang cukup untuk kemudian membentuk sebuah kepatuhan yang berkelanjutan bagi para pelaku usaha.

“Nah ini concern-concern itu kemudian kita mencari solusi yang lebih tepat, lebih berkelanjutan, dan memang di satu sisi lebih fairness gitu, lebih berkeadilan, dan dari sisi beban fiskal pun jangan sampai ini menjadi tambahan beban fiskal bagi negara,” kata dia.

(wia)