CNN Indonesia | Jumat, 15/05/2020 05:45 WIB

Jakarta, CNN Indonesia — Ketua Asosiasi Pertambangan Batu Bara Hendra Sinadia menilai suplai listrik nasional berpotensi terganggu jika pemerintah tidak memberikan kepastian perpanjangan izin kepada perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B).

Sebab, para pemegang izin tersebut mendominasi produksi batu bara untuk kebutuhan pembangkit listrik di Indonesia.

Tak ayal, menurut Hendra, pemerintah menjamin perpanjangan izin pemegang lisensi PKP2B lewat revisi Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).

“Mereka (pemegang lisensi PKP2B) kurang lebih berkontribusi 60 persen ke kelistrikan nasional,” ujarnya dalam webminar yang diselenggarakan Auriga Nusantara, Kamis (14/5).

Berdasarkan catatan APBI, pemegang lisensi PKP2B menguasai lebih dari setengah produksi batu bara di dalam negeri. Pada 2018, produksi mereka mencapai 295,6 juta ton atau sekitar 53,18 persen dari total produksi batu bara nasional yang mencapai 557,78 ton.

Sementara pada 2019, jumlahnya produksinya meningkat menjadi 331,45 juta atau 54,33 persen dari total realisasi produksi batu bara sebesar 610,63 juta ton.

Adapun tahun ini, produksi pemegang lisensi PKP2B diperkirakan makin mendominasi lantaran mereka memasang target sebanyak 340 juta ton atau 66,6 persen dari total produksi batu bara yang diestimasikan mencapai 510 juta ton.

“Saya kira ini urgensinya, pemerintah sangat memahami bahwa PKP2B yang menguasai kira-kira 60-70 persen produksi nasional. Kalau pasokan (untuk) listrik kita tidak jelas ke depan maka ancamannya lebih besar lagi,” jelas Hendra.

Seperti diketahui, dalam Pasal 169A revisi Undang-Undang Minerba, pemerintah menjamin perpanjangan izin perusahaan pemegang lisensi PKP2B sekaligus mengubahnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Sementara hingga saat ini, ada 7 perusahaan pemegang lisensi PKP2B yang masa kontraknya akan segera habis dan belum mendapatkan perpanjangan. PT Arutmin Indonesia, misalnya, punya tenggat waktu hingga 1 November 2020.

Ada pula PT Kideco Jaya Agung, anak usaha Indika Energy, yang bakal berakhir masa kontraknya pada 13 Maret 2023.

Perusahaan lainnya adalah PT Kaltim Prima Coal yang menguasai 4.938 hektare wilayah tambang di Kalimantan Timur. Lisensi anak perusahaan BUMI Resources itu akan berakhir 31 Desember 2021.

Di luar tiga perusahaan tersebut, perusahaan lain yang akan segera berakhir masa PKP2B-nya antara lain PT Kendilo Coal Indonesia (13 September 20201), PT Multi Harapan Utama (1 April 2022), PT Adaro Indonesia (1 Oktober 2022), serta PT Berau Coal (26 April 2025).