RESEARCH – Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia | 31 January 2024 07:10
Jakarta, CNBC Indonesia – Harga batu bara mengalami rebound pasca jatuh ke posisi terendah sejak 4 Juni 2021, atau sekitar 2,5 tahun terakhir. Penguatan ini terjadi seiring dengan permintaan yang melonjak di tengah harga yang rendah untuk kembali memasok ulang batu bara.
Menurut data dari Refinitiv, pada perdagangan Selasa (30/1/2024), harga batu bara ICE Newcastle kontrak Maret ditutup di angka US$ 120,5 per ton atau melesat 4,3%. Harga penutupan tersebut adalah yang tertinggi dalam empat hari terakhir sekaligus membawa pasir hitam kembali ke level US$ 120.
Penguatan harga batu bara terjadi seiring dengan lonjakan permintaan di tengah harga batu bara yang rendah meski pasokan masih cukup baik. Berbagai negara memilih untuk memasok ulang persediaan di kapal laut, seperti diinformasikan oleh data pelabuhan dan pasar yang dikutip dari Montel.
“Saat ini jadwal kedatangan kami masih padat, tetapi kami juga menerima banyak permintaan untuk memuat ulang kapal laut,” ujar seorang sumber di salah satu terminal impor Amsterdam, Rotterdam, dan Antwerp (ARA) yang dikutip dari Montel.
Melonjaknya kembali permintaan di tengah harga yang telah terkoreksi sepanjang 2,5 tahun terakhir menjadikan pengguna kembali membeli bahan bakar fosil yang murah ini.
Perusahaan listrik terbesar di India, NTPC Ltd., terus meningkatkan kapasitas pembangkit listrik batu bara, meskipun telah mengalokasikan miliaran dolar untuk energi hijau. Lonjakan permintaan batu bara ini ditujukan untuk keamanan energi dengan tetap memperhatikan ancaman perubahan iklim.
Perusahaan yang dikelola negara ini akan memesan 16,8 gigawatt untuk pembangkit listrik batu bara baru dalam tiga tahun mendatang, menurut pernyataan Direktur Keuangan Jaikumar Srinivasan yang dikutip dari Bloomberg. Pembangkit baru ini, ditambah dengan 10 gigawatt yang sudah dalam konstruksi, akan meningkatkan kapasitas pembangkit listrik batu bara sekitar 45% dari tingkat saat ini.
Menurut data dari Coal Mint, stok batu bara termal di 21 pelabuhan India mengalami penurunan sebesar 3% secara mingguan pada tanggal 30 Januari 2024. Pada pekan keempat 2024 ini, stok batu bara termal di pelabuhan-pelabuhan India berada pada 14,11 juta ton, dibandingkan dengan 14,62 juta ton pada minggu ketiga, mencerminkan penurunan sebesar 3% secara mingguan.
Adanya penurunan stok ini merupakan salah satu indikator bahwa pasokan rendah dan terdapat indikasi untuk kembali memasok ulang batu bara.
Kenaikan harga batu bara juga ditopang oleh proyeksi membaiknya perekonomian dunia serta menguatnya harga komoditas energi lain mulai dari harga minyak hingga gas.
Pada hari Selasa (30/1/2024), IMF merilis outlook terbaru Moderating Inflation and Steady Growth Open Path to Soft Landing. Dalam outlook terbaru mereka, IMF mengatakan perekonomian globall akan mengalami ‘soft landing’ pada 2024. IMF juga menaikkan perkiraan pertumbuhan ekonomi global lebih tinggi, meningkatkan prospek Amerika Serikat dan China sebagai dua ekonomi terbesar di dunia dan menyebutkan penurunan inflasi yang lebih cepat dari perkiraan.
Dalam World Economic Outlook (WEO) terbaru, pertumbuhan tahun ini akan berada di kisaran 3,1%, naik 0,2 poin persentase dari perkiraan Oktober. ‘Ketahanan’ yang tak terduga di negara-negara maju dan berkembang menjadi alasan. Proyeksi pertumbuhan global untuk 2025 tidak berubah yakni 3,2% pada tahun 2025.
Pertumbuhan global yang membaik akan meningkatkan pembelian batu bara sehingga harganya pun terangkat.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mza/mza)