CNN Indonesia | Kamis, 06 Jan 2022 10:00 WIB

Jakarta, CNN Indonesia — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan Harga Batu Bara Acuan (HBA) Januari 2022 US$158,5 per ton atau turun US$1,29 per ton dibanding Desember 2021 lalu, US$159,79 per ton.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi menjelaskan penurunan harga batu bara tersebut salah satunya dipicu oleh peningkatan produksi batu bara domestik Tiongkok.

“Pemerintah Tiongkok berusaha meningkatkan produksi batubara dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri yang berdampak pada meningkatnya stok batubara dalam negeri,” kata Agung melalui keterangan resmi, Kamis (6/1).

Agung menuturkan HBA mengalami kenaikan pesat sepanjang 2021 lalu. Bahkan sempat mencapai level tertinggi dalam satu dekade terakhir.

Dibuka pada level US$75,84 per ton di Januari, HBA naik pada Februari menjadi US$87,79 per ton, namun sempat turun di Maret ke angka US$84,47 per ton. Selanjutnya terus mengalami kenaikan secara beruntun hingga November pada angka US$215,01 per ton.

Rinciannya, April di angka US$86,68, Mei US$89,74 per ton, Juni US$100,33 per ton, Juli US$115,35 per ton, Agustus US$130,99 per ton, September US$150,03 per ton, dan Oktober US$161,63 per ton. Namun, sempat mengalami penurunan pada Desember yaitu menjadi US$159,79 per ton.

Sebagai informasi, HBA merupakan harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt’s 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal/kg GAR, Total Moisture 8 persen, Total Sulphur 0,8 persen, dan Ash 15 persen.

Terdapat dua faktor turunan yang memengaruhi pergerakan HBA yaitu, penawaran dan permintaan. Pada faktor turunan penawaran dipengaruhi oleh musim, teknis tambang, kebijakan negara supplier, hingga teknis teknis rantai pasok seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal.

Sementara, untuk faktor turunan permintaan dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro.

Ke depan, harga tersebut akan digunakan secara langsung dalam jual beli komoditas batubara (spot) selama satu bulan pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Vessel).

(mrh/sfr)