Liputan6.com, Jakarta Tira Santia | 

Direktur Utama PT PLN (Persero) Zulkifli Zaini mengatakan program pembangkit 35.000 megawatt yang sebagian besar berbasis batu bara akan meningkatkan kebutuhan batu bara di Indonesia.

Hal itu dilihat dari realisasi pasokan batu bara PLN tahun 2019 sebesar 97,72 MT, dan meningkat pada tahun 2028 sebesar 152,63 juta MT sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028.

Apalagi masa produksi pembangkit listrik khususnya PLTU adalah 30-40 tahun, sehingga perlu dipastikan ketersediaan batu bara selama PLTU tersebut beroperasi.

oleh karena itu, untuk memastikan ketersediaan batu bara untuk PLTU dengan harga yang terjangkau, jumlah yang memadai, dan kontinuitas yang terjaga.

“Salah satunya dengan cara memiliki tambang dengan persentase tertentu sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan,” kata Zulkifli dalam Paparannya di RDP dengan DPR komisi VII, di Jakarta, Selasa (25/8/2020)

Maka program yang dilakukan sebagai berikut:

1. Program akuisisi tambang untuk menyediakan batu bara PLTU mulut tambang, antara lain, PLTU MT Jambi 1 (2×300 megawatt), sebagian saham tambang dimiliki oleh PLN group dan saat ini telah beroperasi dan berproduksi sebesar 2,3 juta Metrik ton.

Lalu, PLTU MT Kalselteng 3 (2×100 megawatt) sebagian saham tambang dimiliki oleh PLN group dan saat ini dalam tahap pembebasan dan sertifikasi lahan.

2. Program akuisisi tambang berikut infrastruktur pendukung untuk security of supply dan efisiensi biaya penyediaan batubara. Di Provinsi Sumatera Selatan, Sebagian saham tambang dimiliki oleh PLN Group dan saat ini telah berproduksi sebesar 700 ribu MT.

Serta PLTU Meulaboh 3-4 (2×200 Megawatt) saat ini dalam tahap kajian oleh pihak independen untuk valuasi tambang.

3. Program Kerja sama tambang untuk pemanfaatan batu bara lokal yang dekat dengan PLTU Nagan Raya ini dalam tahap kajian oleh pihak ahli.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Zulkifli Zaini mengatakan progres pembangunan listrik 35.000 megawatt (MW) sudah beroperasi efektif sebanyak 23,6 persen.

Dia juga menyampaikan, hingga kini dari pengerjaan hingga tersambung secara keseluruhan telah mencapai 78,4 persen.

 

“Yang sudah dimulai pengerjaan fisik mulai dari konstruksi sampai dengan tersambung totalnya adalahh sebesar 78,4 persen, sedangkan dalam tahap pengadaan, perencaanaan dan PPA tetapi belum dimulai pengerjaan fisik adaah 27,6 persen,” ujarnya di DPR, Jakarta, Selasa (25/8/2020).

“Artinya sudah lebih dari 3/4 dari program tersebut dimulai pembangunan fisiknya. Sementara yang sudah benar-benar beroperasi adalah sebesar 23,6 persen,” sambung Dirut PLN itu.

Zulkifli mengatakan, program pengadaan listrik 35.000 MW sebagian besar mengandalkan bahan bakar batu bara. Untuk itu, perusahaan pelat merah tersebut membutuhkan harga batu bara yang kompetitif untuk penyediaan listrik.

“Program 35.000 MW yang sebagian berbasis bahan bakar batubara akan meningkatkan PLTU Indonesia. Setiap tahun masa produksi pembangit listrik adalah 30 sampai 40 tahun sehingga perlu dipastikan kesediaan batubara dengan harga terjangau dan jumlah yag memadai,” jelasnya.

Dalam rangka pemenuhan kebutuhan listrik tersebut, PLN pun mengusulkan Indonesia harus memiliki tambang batubara dengan spesifikasi yang sesuai.

“Untuk mendukung ini, salah satunya memiliki tambang dengan spesifikasi yang dibutuhkan,” tandasnya.