MARKET – Chandra Dwi, CNBC Indonesia | 28 July 2023 10:24

Jakarta, CNBC Indonesia – Mayoritas emiten batu bara kembali bergerak di zona merah pada perdagangan sesi I Jumat (27/7/2023), di tengah aksi profit taking investor yang masih berlangsung dan mulai melandainya harga batu bara acuan dunia setelah reli selama sembilan hari beruntun.

Per pukul 09:43 WIB, dari 20 saham batu bara RI, 15 saham terpantau melemah, tiga saham cenderung stagnan, dan dua saham terpantau masih menguat.

Berikut pergerakan saham emiten batu bara pada perdagangan sesi I hari ini.

Saham Kode Saham Harga Terakhir Perubahan
Bayan Resources BYAN 19.800 -4,35%
Mitrabara Adiperdana MBAP 5.450 -2,24%
Bumi Resources BUMI 134 -2,19%
Delta Dunia Makmur DOID 390 -2,01%
ABM Investama ABMM 3.570 -1,92%
Atlas Resources ARII 216 -1,82%
Indo Tambangraya Megah ITMG 27.575 -1,61%
Harum Energy HRUM 1.635 -1,21%
Bukit Asam PTBA 2.800 -1,06%
Adaro Minerals Indonesia ADMR 950 -1,04%
Adaro Energy Indonesia ADRO 2.430 -0,82%
Baramulti Suksessarana BSSR 3.800 -0,78%
United Tractors UNTR 26.175 -0,76%
TBS Energi Utama TOBA 394 -0,51%
Indika Energy INDY 2.120 -0,47%
MNC Energy Investment IATA 66 0,00%
Borneo Olah Sarana Sukses BOSS 50 0,00%
Prima Andalan Mandiri MCOL 5.175 0,00%
Golden Eagle Energy SMMT 1.125 1,35%
Alfa Energi Investama FIRE 61 1,67%

Sumber: RTI

Saham PT Bayan Resources Tbk (BYAN) menjadi saham batu bara yang koreksinya paling parah pada sesi I hari ini, yakni ambles 4,35% ke posisi Rp 21.850/saham.

Tak hanya saham BYAN saja, saham raksasa batu bara juga berjatuhan pada pagi hari ini. Saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT United Tractors Tbk (UNTR), dan PT Indika Energy Tbk (INDY) terkoreksi kurang dari 1%.

Namun, untuk saham PT Golden Eagle Energy Tbk (SMMT) dan PT Alfa Energi Investama Tbk (FIRE) terpantau melesat masing-masing 1,35% dan 1,67%.

Saham batu bara di RI kembali berjatuhan karena investor masih merealisasikan keuntungannya setelah beberapa hari sebelumnya saham-saham batu bara menghijau.

Selain itu, mulai melandainya harga batu bara dunia juga memperberat saham batu bara RI pada hari ini. Reli kenaikan harga batu bara yang terjadi selama sembilan hari berturut-turut atau rekor terpanjang tahun ini harus berakhir akibat penurunan harga kemarin.

Pada perdagangan Kamis kemarin, harga batu bara ICE Newcastle kontrak Agustus ditutup ambruk 2,03% di posisi US$ 144,65 per ton. Pelemahan ini memutus reli panjang selama sembilan hari dengan penguatan mencapai 15% lebih.

Melemahnya dipicu oleh aksi profit taking, melandainya harga gas alam, serta keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) yang menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis point (bp) menjadi 5,25-5,5%.

Chairman The Fed Jerome Powell dalam konferensi pers bahkan mengisyaratkan masih ada kemungkinan kenaikan suku bunga ke depan.

Peningkatan suku bunga berpotensi menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi, yang diakibatkan keterbatasan likuiditas dan bunga kredit yang mahal. Alhasil, perindustrian akan mengalami perlambatan dan permintaan batu bara akan terkoreksi.

Ekonomi AS bisa melambat sementara ancaman resesi di Eropa semakin nyata.

Kendati demikian, batu bara masih berpotensi naik karena banyaknya sentimen positif.

Perlambatan pertumbuhan di Eropa dan Amerika Utara ini berpotensi diimbangi oleh pertumbuhan ekonomi yang kuat terjadi di Asia. Hal ini menjadi faktor konsumsi batu bara global tetap mampu bertumbuh dan berpotensi tahun ini konsumsi batu bara mendekati volume tertinggi sepanjang masa.

Data IEA (International Energy Agency) menunjukkan konsumsi batu bara pada tahun 2022 naik 3,3% menjadi 8,3 miliar ton, mencetak rekor baru. Konsumsi diperkirakan masih akan tinggi pada tahun ini.

Penurunan permintaan batu bara memang berpotensi terjadi pada pembangkit listrik berbahan bakar batu bara. Namun, besar kemungkinan naiknya permintaan terjadi pada industri.

China, India, dan negara-negara Asia Tenggara secara bersama-sama diperkirakan menyumbang 3 dari setiap 4 batubara yang dikonsumsi di seluruh dunia pada tahun 2023.

CNBC INDONESIA RESEARCH

market@cnbcindonesia.com

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(chd/chd)
Sumber: CNBC Indonesia