RESEARCH – Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia | 16 May 2024 07:20

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga batu bara menguat kembali berada di level psikologis US$ 140 per ton. Harga batu bara menguat seiring dengan cuaca yang lebih hangat dari perkiraan serta China dan India yang masih bergantung pada batu bara.

Menurut data yang diperoleh dari Refinitiv, pada perdagangan Rabu (15/5/2024), harga batu bara ICE Newcastle untuk kontrak Juni ditutup pada level US$ 140 per ton atau mengalami penguatan sebesar 0,97%. Harga batu bara berbalik arah setelah terkoreksi lima hari perdagangan beruntun.

Penguatan harga batu bara didorong oleh cuaca yang lebih hangat di Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan meningkatkan jumlah penggunaan batu bara yang digunakan pembangkit listrik untuk memproduksi listrik guna menjaga pendingin udara tetap beroperasi.

Ahli meteorologi memproyeksikan cuaca di 48 negara bagian bagian bawah akan beralih dari tingkat normal menjadi lebih hangat dari biasanya mulai 18-30 Mei.

Melansir Reuters, LSEG memperkirakan permintaan gas di 48 negara bagian bagian bawah AS, termasuk ekspor, akan naik dari 92,4 bcfd minggu ini menjadi 92,7 bcfd minggu depan. Perkiraan untuk minggu ini lebih tinggi dari perkiraan LSEG pada hari Selasa. Meningkatnya permintaan gas akan mempengaruhi batu bara yang merupakan opsi substitusi dan memiliki harga lebih murah.

Beralih ke Asia, China dan India belum mengurangi pembangkit listrik dari batu bara, menurut sebuah studi baru, sehingga membuat sulit bagi dua emitor karbon terbesar di Asia untuk mencapai target iklim mereka.

Pembangkit listrik global dari batu bara terus meningkat selama dua dekade terakhir, hampir dua kali lipat dari 5.809 terawatt-jam pada tahun 2000 menjadi 10.434 TWh pada 2023, menurut studi dari lembaga energi Ember. Peningkatan terbesar berasal dari China (+319 TWh) dan India (+100 TWh), ungkap studi tersebut.

Menurut International Energy Agency (IEA), batu bara tetap menjadi sumber energi terbesar untuk pembangkit listrik, menyediakan lebih dari sepertiga listrik global. Batu bara akan terus memainkan peran penting dalam industri seperti besi dan baja hingga teknologi baru tersedia.

“Sulit untuk mencapai target tanpa penurunan cepat penggunaan batu bara. Ini pasti akan sulit dicapai. Kita tidak mengurangi penggunaan batu bara dengan cukup cepat,”  kata Francis Johnson, peneliti senior dan pemimpin iklim di Pusat Asia dari Stockholm Environment Institute, dikutip dari HellenicShippingNews.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(mza/mza)