CNN Indonesia | Rabu, 17/06/2020 18:16 WIB
Jakarta, CNN Indonesia — Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewajibkan perusahaan tambang di Indonesia yang sahamnya dimiliki asing untuk mengurangi kepemilikan saham alias divestasi sebanyak 51 persen. Saham yang sudah didivestasi kemudian dialihkan ke pemerintah pusat, daerah, BUMN, BUMD, maupun badan usaha swasta nasional.
Kewajiban itu tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Beleid itu sudah disetujui DPR selaku mitra pemerintah dan diteken resmi oleh Jokowi pada 10 Juni 2020.
Perusahaan tambang yang harus mendivestasi saham ke kepemilikan dalam negeri merupakan mereka yang telah memegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) maupun Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
“Badan Usaha pemegang IUP atau IUPK pada tahap kegiatan operasi produksi yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham sebesar 51 persen secara berjenjang,” ungkap Jokowi melalui Pasal 112 UU Minerba, dikutip Rabu (17/6).
Selanjutnya, pemerintah pusat melalui menteri terkait bersama pemerintah daerah di provinsi dan kabupaten/kota, BUMN, BUMD, dan badan usaha swasta nasional harus mengkoordinasikan penentuan skema divestasi tersebut. Begitu pula dengan komposisi besaran saham divestasi yang akan dibeli.
“Penawaran divestasi saham dilakukan melalui bursa saham Indonesia,” jelasnya.
Namun, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan dan jangka waktu divestasi saham diatur berdasarkan peraturan pemerintah. Peraturan selanjutnya akan segera dikeluarkan pemerintah.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan kewajiban divestasi saham berjenjang tersebut merupakan jalan tengah yang bisa diambil pemerintah. Hal ini diperlukan agar investor tetap tertarik untuk menanamkan modalnya di sektor pertambangan.
Sebab, menurutnya, investasi di sektor pertambangan kerap memiliki beberapa tantangan, mulai dari gencarnya kampanye energi bersih hingga jatuhnya harga komoditas pertambangan akibat pandemi virus corona atau covid-19.
Bahkan, investasi di subsektor mineral terbilang anjlok dalam beberapa waktu terakhir. Padahal, Indonesia membutuhkan investasi besar untuk mendukung program hilirisasi pertambangan, mulai dari nikel hingga batu bara.
“Saya ambil contoh batubara ke depannya akan menghadapi tantangan sangat berat. Kenapa? karena tidak ada lagi lembaga pendanaan dunia yang mau mendanai power plant,” kata Arifin beberapa waktu lalu.
Kendati begitu, ia belum bisa memberi kepastian berapa lama durasi waktu yang diberikan untuk divestasi berjenjang tersebut. “Saya tidak bisa membayangkan berapa lama (batas waktu divestasinya) karena tantangan cukup berat. Kita harus realistis, orang investasi baru kan akan lihat returnya kapan, nilai keekonomiannya pada berapa, apakah returnya akan cepat atau lambat,” tuturnya.