RESEARCH – Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia | 05 December 2023 06:41

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga batu bara terus merangkak naik selama tiga hari perdagangan beruntun. Faktor utama kenaikan harga batu bara diperkirakan datang dari kekhawatiran musim dingin Eropa yang membutuhkan energi lebih untuk penghangat ruangan.

Merujuk pada Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle kontrak Januari ditutup di posisi US$ 135,25 per ton atau melonjak 0,52% pada perdagangan Senin (4/12/2023).  Harga tersebut adalah yang tertinggi sejak 23 Oktober 2023 atau rekor tertingginya dalam 1,5 bulan. Posisi ini menjadikan pertanyaan terkait mampukah batu bara menembus level psikologis US$ 140 per ton atau malah berbalik arah.

Kenaikan tipis harga batu bara terjadi seiring permintaan batubara termal yang stabil dari pembangkit listrik Tiongkok. Melansir S&P Global Commodity Insights, stabilnya permintaan terjadi di tengah penurunan suhu dan belum terlihatnya lonjakan permintaan untuk mempersiapkan musim dingin.

Selain itu, beberapa pedagang batu bara China juga diperkirakan akan menunda pembelian dengan harapan akan terjadi penurunan harga. Pada dasarnya, semakin tinggi permintaan akan mendorong kenaikan harga dan juga sebaliknya.

Aksi menahan permintaan dari konsumen batu bara sekaligus importir terbesar dunia ini disinyalir menyebabkan harga hanya mampu menguat tipis. Permintaan yang tidak begitu tinggi menyebabkan adanya kemungkinan tren penurunan ke depan.

Tidak hanya itu, aksi penundaan pembelian dengan harapan penurunan harga membatasi tingkat impor China tidak begitu tinggi. Penurunan impor dapat menyebabkan harga batu bara ke depan akan mengalami penurunan.

Hal serupa juga terjadi pada negara konsumen dan importir batu bara terbesar kedua dunia yaitu India. Pembeli India diperkirakan akan mengikuti pedagang Tiongkok, yang akan membatasi impor spot ke negara Asia Selatan.

Di sisi lain, faktor utama kenaikan harga batu bara diperkirakan akibat kekhawatiran akan musim dingin Eropa mendatang. “Saya pikir cuaca dan gas tetap menjadi hal utama yang harus diwaspadai untuk batubara,” kata seorang pedagang di sebuah perusahaan energi Eropa yang dikutip dari Montel News.

Pernyataan tersebut menunjukkan adanya kekhawatiran lonjakan kebutuhan batu bara untuk opsi sumber energi pembangkit listrik untuk penghangat ruangan. Hal ini tidak menutup kemungkinan Eropa kembali intensif menggunakan pembangkit batu baranya kembali yang mulai dikurangi sebagai langkah menuju bebas emisi.

Musim dingin belahan bumi bagian utara erat kaitannya dengan kenaikan harga batu bara, seperti yang telah terjadi beberapa tahun sebelumnya. Sebagai informasi, penghangat relatif mengkonsumsi listrik yang lebih besar dibanding pendingin ruangan.

CNBC INDONESIA RESEARCH

research@cnbcidonesia.com

 

(mza/mza)

Sumber: CNBC Indonesia